Siapa yang tidak mengenal dengan edelweiss? Bunga langgeng ini senantiasa menarik perhatian banyak pendaki, tidak kecuali di Gunung Papandayan.
Jumat malam, kami juga mulai membelah padat jalan raya Jakarta ketujuan Garut. Gunung Papandayan setinggi 2.665 mdpl yakni arah kami untuk kembali menegur alam, melenyapkan lelah kerja serta situasi perkotaan.
Sesudah semalaman tertidur dalam keadaan duduk di mobil elf, karena itu situasi pagi hari sewaktu hingga di meeting poin sebelum mulai treking begitu melegakan kami. Dapat hirup segarnya udara bebas polusi, langit biru yang cerah serta semilir dingin angin pegunungan menyongsong kehadiran kami.
Tidak jauh dari meeting poin, kontur tebing serta jalanan berbatu dan kawah yang mengepulkan asap belerang jadi tempat yang bagus untuk berpose. Jangan kuatir kalaupun kamu merasakan penat serta diperlukan tempat untuk beristirahat serta diperlukan konsumsi daya, ada warung yang menyiapkan beragam makanan serta cemilan.
Walaupun konturnya tidaklah terlalu curam tetapi terkait jaraknya yang cukup jauh serta udara yang kian tipis karena itu diperlukan stamina yang kuat. Perjalanan kian berat lantaran harus menuruti jalan setapak yang semakn curam, tetapi ditanggung walau penat tetapi mata dimanja dengan pemandangan alamnya yang indah.
Direkomendasikan biar kamu bisa mengontrol irama berjalan sesuai dengan kekuatan fisik kamu, yang penting jangan begitu memaksa lantaran pingin cepat hingga ke camping ground. Kadang-kadang beristirahat sekalian makan cemilan gampang seperti coklat atau pisang untuk menaikkan stamina serta minum air mineral.
Pada akhirnya kami lantas hingga di base camp Ghober Hoet, tempat untuk membangun tenda bermalam. Area ini memang digunakan untuk perkemahan lantaran mempunyai pohon-pohon yang bisa buat perlindungan dari panas sinar matahari sewaktu siang dan hembusan angin.
Layanan toilet, warung dan mushola ada di tempat ini. Waktunya membangun tenda, kami cari view terhebat biar kami dapat nikmati matahari keluar keesokan hari. Terkait masih ada waktu saat malam, kami manfaatkan waktu untuk eksplorasi ruang kira-kira.
Kami lantas bergerak ketujuan Pondok Salada tembus rimba. Lebat pohon-pohon pada akhirnya selesai dengan padang terbuka untuk perkemahan. Di sini sama ada layanan buat banyak pendaki, di mulai dari toilet hingga warung.
Jadi kamu tak dapat kesusahan untuk mendapat persediaan minuman serta makanan walau kamu di atas gunung. Dari Pondok Salada, kami terus berjalan telusuri padang rumput yang ditumbuhi bunga ederweis ketujuan Rimba Mati.
Sesuai namanya, Rimba Mati sebagai area gersang di lereng gunung yang dipenuhi pohon-pohon yang udah mati, tinggal batang serta ranting yang gosong kehitaman, dipicu dampak letusan erupsi di masa lampau.
Situasi sore memang merasa indah sekalian magis di kira-kira Rimba Mati, kami lantas bergegas untuk kembali sebelum kabut turun, ketujuan perkemahan kami. Udara malam terasa dingin, ditambah lagi sewaktu bersentuhan dengan air yang sedingin air es.
Kami lantas makan malam dan membuat api unggun di kira-kira tenda untuk menyingkirkan udara dingin yang menyerang kulit. Jadi satu kewajiban kalau kamu pingin ke tempat udara dingin yakni mengontrol suhu badan kamu konsisten hangat dengan memakai kemeja yang pas biar bebas dari hipotermia.
Diberitakan dari pemandu kami serta akang pemilik warung, satu minggu awal kalinya suhu sudah sempat turun dibawah 0, serta rerumputan diselimuti embun es yang membeku. Besoknya, moment matahari keluar yang kami tunggu terhambat awan, sayang sekali.
Sesudah kami sarapan, kami siap-siap ketujuan Tegal Alun, yang ada di pucuk Papandayan untuk lihat padang Edelweiss. Ini yakni padang edelweiss terluas se-Asia Tenggara, kira-kira 32 ha. Jalan ketujuan ke sana begitu terjal serta tanahnya licin.
Kamu harus berpegangan ke akar serta batang pohon-pohon ketika mendaki. Sesampainya di area, kami begitu kagum lihat melihat lapangan yang begitu luas dipenuhinya dengan bunga langgeng, edelweiss.
Satu hal yang tentu, kamu harus selalu mengontrol kebersihan di area ini serta kelestarian bunga edelweiss ini dengan tidak mengambilnya. Tempat yang demikian indah ini harus dilestarikan, biar generasi waktu depan bisa nikmati keindahan Indonesia.